(Dasar Iman untuk Kehidupan Keluarga)
Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"
(Yosua 24:15b)
Nats ini merupakan pidato/khotbah terakhir Yosua, sang Jenderal dan Kepala Suku. Setelah melewati berbagai rintangan, berkat pimpinan Tuhan, bangsa Israel berhasil kembali ke tanah Perjanjian. Perlahan-lahan mereka mulai menikmati ketenangan dan kesejahteraan hidup.
Yosua menghimpun seluruh bangsa Israel. Ia mengingatkan kembali kasih dan kesetiaan Tuhan, mulai dari ketika Allah memanggil Abraham dan menuntunnya ke Kanaan; menghindari paceklik, Allah membawa mereka ke Mesir, melihat penderitaan mereka, Allah membawa mereka kembali ke Kanaan – tanah yang penuh dengan susu dan madu seperti yang dijanjikan Allah kepada nenek moyang mereka Abraham.
Setelah melewati segala suka duka ini, bagaimana seharusnya bangsa ini meresponi kesetiaan dan belas kasihan Tuhan. Diawali dengan sebuah saran, “takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN.” Namun Yosua tidak memaksakan keyakinannya. Sebaliknya ia menantang mereka, “pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah? ….tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:15b)
Dalam Alkitab, iman bukanlah pilihan pribadi, tetapi iman seseorang menyangkut kehidupan seisi keluarga. Apa yang dimaksud di sini?
1. Beribadah kepada Tuhan (to serve the Lord)
Berbibadah atau bahasa Ibrani “abad” yang berarti “serve, work” atau “melayani bukan hanya sekedar kegiatan lahiriah, tetapi juga batiniah. Melayani / beribadah dengan hati. Beribadah dalam roh dan kebenaran, bukan hanya sekedar ‘format’ atau pun metode ‘ibadah’ tetapi dimulai dari hati.
Melayani Tuhan diawali dengan kasih Tuhan. IA terlebih dahulu mengasihi kita seperti dikatakan oleh Pemazmur, “apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” Rasa syukur kepada Tuhan melahirkan rasa kasih dan peduli kepada Tuhan dan segala kepunyaanNya, yakni ciptaanNya.
Melayani Tuhan juga berarti, “berjalan di atas kebenaranNya” – dengan segenap hati melakukan kehendakNya. Menghindari apa yang tidak berkenan kepadaNya. “Tindakan kita sesuai dengan prinsip bahwa kita melayaniNya dengan tindakan dan percakapan agamawi lahiriah yang tulus, benar, terungkapkan dari keyakinan batiniah kita terhadap kasihNya.
2. Siapa yang termasuk ‘seisi keluarga”
Menurut John Wesley, seisi keluarga mencakup -- “pasanganmu, anak-anakmu, dan semua orang yang tinggal dalam rumahmu – tamu, pembantu, pegawai, termasuk karyawan kantor yang bekerja di bawah otoritasmu atau juga mereka yang bekerja secara paruh-waktu.”
Pasanganmu adalah orang paling dekat yang membantu engkau menjaga akuntabilitas engkau. Engkau harus saling sepadan dalam hal keyakinan dan iman. Sebagian pasangan kelihatan saling mengasihi ketika berada di tengah-tengah orang lain, tetapi ketika ditinggal sendiri, mereka tidak dapat saling berkomunikasi. Mereka dapat dengan mudah memimpin doa dalam pertemuan, namun tidak mampu berdoa bersama dengan istri atau suami atau dengan anak-anak mereka. Doa dan ibadah bersama dalam keluarga sangatlah penting.
Anak-anakmu, mereka dipercayaka ke dalam pemeliharaanmu untuk jangka waktu tertentu. Engkau haruslah mendidik mereka dalam segala kekudusan dan membantu mereka untuk dapat menikmati hidup kekal di dalam Tuhan.
Pembantu-pembantumu haruslah engkau perlakukan sebagai ‘anak sekunder.’ Selama mereka berada di bawah atap rumahmu, mereka berada di bawah pemeliharaan engkau. Engkau harus membagikan iman engkau kepada mereka. Engkau harus mencegah mereka untuk berdosa melawan Tuhan.
3. Apa yang harus kita lakukan supaya seisis rumah dapat ‘melayani’ Tuhan?
Menghindari dosa lahiriah, kita harus berusaha dengan perusasi untuk menolong mereka ini ‘pasangan, anak, dan pembantu’ untuk tidak berdosa lagi. Untuk tamu atau pembantu, jika engkau tidak dapat membujuk mereka, engkau dapat mengusir mereka meskipun mungkin merepotkan. Tetapi engkau tidak dapat mengenyahkan istri (atau suami) jika engkau tidak berhasil membujuk mereka. Hal ini mengingakan kita bahwa pertalian antara suami dan istri haruslah lebih kuat dari ikatan kekerabatan yang lain.
John Wesley juga menunjukkan beberapa hal untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga:
Terhadap istri, “I cannot find in the Bible that a husband has authority to strike his wife on any account, even suppose she struck him first, unless his life were in imminent danger.” (Saya tidak dapat menemukan dalam Alkitab bahwa seseorang suami memiliki otoritas untuk memukul istrinya apa pun alasannya, meskipun jika istrinya yang lebih dulu memukulnya, kecuali ketika nyawanya terancam, jika tidak ia tidak diperkenankan memukul istrinya.”
Terhadapa anak-anak engkau harus menggunakan nasihat, persuasi (rayuan), koreksi dan menunjukkan yang benar. “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya” (Amsal 19:18). Jika memungkinkan, janganlah menggunakan koreksi atau hukuman, tetapi gunakanlah persuasi atau himbauan. Engkau harus memberikan instruksi kepada anak-anakmu sedini mungkin, sejelas mungkin, sesering mungkin, dan dengan sabar. And as they grow in age you should help them to grow in grace. You should train them in steps and gradually. We shouldn’t expect them to grow wise overnight. Dan seiring dengan pertumbuhan mereka, engkau harus membantu mereka bertumbuh dalam anugerah. Engkau harus melatih mereka setahap demi setahap dan berangsur-angsur. Jangan mengharapkan mereka menjadi bijak sekejap mata.
Sejelas mungkin. Gunakan kata-kata yang dapa dipahami oleh anak-anak. Pilihlah dengan hati-hati ide yang dapat ditangkap oleh pemahaman mereka. Dalam mendidik anak dan berelasi dengan anak anda, engkau harus terus-menerus berharap pada Tuhan, mintalah Tuhan untuk membuka mata pengertian mereka supaya sinar Tuhan menerangi mereka. Hanya Tuhanlah yang mampu memberikan pemahaman kepada anak-anak untuk membedakan yang baik dan jahat. Hanya Tuhan yang dapat menanamkan ajaran dan perkataan anda pada hati anak-anak. Tanpa campur tangan Tuhan, apa pun yang anda lakukan akan sia-sia. Tetapi ketika Roh Kudus mengajar, tidak akan ada yang dapat menahan proses pembelajaran mereka.
Sesering mungkin. Pengajaranmu haruslah dilakukan dengan pola yang reguler. Tentukan waktu khusus untuk mengajar mereka. Berelasilah dengan anak anda baik secara berkelompok atau pun secara satu per satu (individu). Haruslah engkau menyediakan waktu satu jam setiap minggu untuk tiap-tiap anak. (Diterjemahkan dan disarikan oleh Pdt. DR The Paw Liang, SE, MA)
Comments
Post a Comment