Enam hari sebelum Paskah, Yesus tiba di Betania dan tinggal di rumah sahabatnya Lazarus. Mujizat Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian telah menarik perhatian khalayak ramai. Di dalam diri Yesus rakyat Israel yang tidak berdaya menghadapi penindasan pemerintah Romawi dan antek-anteknya menemukan secercah harapan. “Maut saja tidak berdaya terhadap Dia. Apa lagi yang mustahil untuk dilakukannya?”
Selain rakyat banyak, kaum Zelot yang sedang memperjuangkan kemerdekaan menemukan figur pemimpin yang ideal dalam diri Yesus. Mereka siap menobatkan Yesus sebagai pemimpin revolusi.
Namun di sisi lain, para Farisi dan Guru Taurat yang selama ini menjadi antek pemerintah Romawi merasa tersaing. Mereka telah diberikan kepercayaan oleh Pemerintah Romawi untuk urusan tradisi dan religi Yahudi dan memimpin bagaikan raja kecil dengan Taurat Musa di tangan. Melihat pengaruh dan karisma Yesus, kaum Farisi dan Ahli Taurat takut kalau-kalau orang banyak akan menolak kepemimpinan mereka dan akibatnya pihak Roma akan mencabut kepercayaan mereka dan memberikan wewenang ini kepada Yesus.
Diiringi dengan ancaman dari antek-antek Roma dan sorak-sorai massa, Yesus memasuki Yerusalem. Dengan ranting dan daun mereka mengelu-elukannya, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!" Seruan yang digunakan untuk menyambut Sang Raja, seperti dinyanyikan oleh Israel kuno, “Ya TUHAN, berilah kiranya keselamatan! Ya TUHAN, berilah kiranya kemujuran!” (Maz. 118:25). Setiap kali kata “Hosana” muncul, setiap kaum laki-laki baik dewasa maupun anak-anak bersorak enam kali. Ranting palem simbol kemenangan perjuangan Makabes 200 tahun silam digunakan kembali untuk menyambut Yesus. Sungguh suatu sambutan yang meriah untuk seorang calon pemimpin bangsa! Massa begitu yakin Yesus lah Mesias yang diutus oleh Tuhan untuk memberikan mereka sukses dan kemenangan seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Mikha. Ia akan menjadi raja mereka. Mereka siap mendukung Yesus untuk menumbangkan penjajah Roma.
Di pintu gerbang Yerusalem, visi Tuhan diperhadapkan dengan visi manusia. Orang Israel ingin menjadi bangsa yang merdeka dan lepas dari penjajahan Romawi. Visi surgawi melampaui visi rakyat Israel. Tuhan menginginkan kedamaian terjadi di seluruh jagad raya – tidak hanya sekedar lepas dari penindasan bangsa yang lebih kuat, tetapi merdeka dalam arti yang sesungguhnya, lepas dari perbudakan dosa dan hidup yang penuh dengan kemenangan.
Di pintu gerbang Yerusalem, dunia menawarkan mahkota sukses dan popularitas kepada Yesus. IA boleh mengakhiri perjalanannya di sini dan menerima mahkota itu. Dan jika IA tetap maju maka mahkota duri yang akan diraihnya. Dengan hati yang gundah gulana Yesus berkata kepada Sang Bapa, “Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.? Bapa, muliakanlah nama-Mu!"” (Yoh. 12:27, 28a).
Visi manakah yang sedang kita tuju: dunia atau surga? Bagaikan gerbang Yerusalem, dalam setiap persimpangan hidup, dunia menawarkan seribu macam janji; popularitas, uang dan kekuasaan. Visi Tuhan tidak terhenti di Yerusalem tetapi digenapi pada Paskah – Kebangkitan Kristus untuk memberikan pengharapan bagi semua umat manusia. Namun Paskah tidak akan ada tanpa salib. Yesus tidak berhenti di Yerusalem untuk menggenapi visi manusia. IA menapak jalan salib untuk menggenapi visi Tuhan, membangun Yerusalem yang baru. Bagaimana dengan visi kita? Biarlah kita tidak terpaku pada kepentingan gereja semata-mata, dan sudah pasti tidak pada kepentingan pribadi, dalam merumuskan visi. Sama seperti Yesus, kita juga tidak terhenti pada tawaran Yerusalem lama, tetapi senantiasa mencari dan meretas jalan menuju Yerusalem yang baru, meskipun harus melalui jalan salib. Milikilah visi surgawi yang senantiasa berusaha memasyurkan nama Tuhan dengan memperhatikan kehidupan umat-Nya. Bapa, muliakanlah nama-Mu!(PLT)
Selain rakyat banyak, kaum Zelot yang sedang memperjuangkan kemerdekaan menemukan figur pemimpin yang ideal dalam diri Yesus. Mereka siap menobatkan Yesus sebagai pemimpin revolusi.
Namun di sisi lain, para Farisi dan Guru Taurat yang selama ini menjadi antek pemerintah Romawi merasa tersaing. Mereka telah diberikan kepercayaan oleh Pemerintah Romawi untuk urusan tradisi dan religi Yahudi dan memimpin bagaikan raja kecil dengan Taurat Musa di tangan. Melihat pengaruh dan karisma Yesus, kaum Farisi dan Ahli Taurat takut kalau-kalau orang banyak akan menolak kepemimpinan mereka dan akibatnya pihak Roma akan mencabut kepercayaan mereka dan memberikan wewenang ini kepada Yesus.
Diiringi dengan ancaman dari antek-antek Roma dan sorak-sorai massa, Yesus memasuki Yerusalem. Dengan ranting dan daun mereka mengelu-elukannya, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!" Seruan yang digunakan untuk menyambut Sang Raja, seperti dinyanyikan oleh Israel kuno, “Ya TUHAN, berilah kiranya keselamatan! Ya TUHAN, berilah kiranya kemujuran!” (Maz. 118:25). Setiap kali kata “Hosana” muncul, setiap kaum laki-laki baik dewasa maupun anak-anak bersorak enam kali. Ranting palem simbol kemenangan perjuangan Makabes 200 tahun silam digunakan kembali untuk menyambut Yesus. Sungguh suatu sambutan yang meriah untuk seorang calon pemimpin bangsa! Massa begitu yakin Yesus lah Mesias yang diutus oleh Tuhan untuk memberikan mereka sukses dan kemenangan seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Mikha. Ia akan menjadi raja mereka. Mereka siap mendukung Yesus untuk menumbangkan penjajah Roma.
Di pintu gerbang Yerusalem, visi Tuhan diperhadapkan dengan visi manusia. Orang Israel ingin menjadi bangsa yang merdeka dan lepas dari penjajahan Romawi. Visi surgawi melampaui visi rakyat Israel. Tuhan menginginkan kedamaian terjadi di seluruh jagad raya – tidak hanya sekedar lepas dari penindasan bangsa yang lebih kuat, tetapi merdeka dalam arti yang sesungguhnya, lepas dari perbudakan dosa dan hidup yang penuh dengan kemenangan.
Di pintu gerbang Yerusalem, dunia menawarkan mahkota sukses dan popularitas kepada Yesus. IA boleh mengakhiri perjalanannya di sini dan menerima mahkota itu. Dan jika IA tetap maju maka mahkota duri yang akan diraihnya. Dengan hati yang gundah gulana Yesus berkata kepada Sang Bapa, “Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.? Bapa, muliakanlah nama-Mu!"” (Yoh. 12:27, 28a).
Visi manakah yang sedang kita tuju: dunia atau surga? Bagaikan gerbang Yerusalem, dalam setiap persimpangan hidup, dunia menawarkan seribu macam janji; popularitas, uang dan kekuasaan. Visi Tuhan tidak terhenti di Yerusalem tetapi digenapi pada Paskah – Kebangkitan Kristus untuk memberikan pengharapan bagi semua umat manusia. Namun Paskah tidak akan ada tanpa salib. Yesus tidak berhenti di Yerusalem untuk menggenapi visi manusia. IA menapak jalan salib untuk menggenapi visi Tuhan, membangun Yerusalem yang baru. Bagaimana dengan visi kita? Biarlah kita tidak terpaku pada kepentingan gereja semata-mata, dan sudah pasti tidak pada kepentingan pribadi, dalam merumuskan visi. Sama seperti Yesus, kita juga tidak terhenti pada tawaran Yerusalem lama, tetapi senantiasa mencari dan meretas jalan menuju Yerusalem yang baru, meskipun harus melalui jalan salib. Milikilah visi surgawi yang senantiasa berusaha memasyurkan nama Tuhan dengan memperhatikan kehidupan umat-Nya. Bapa, muliakanlah nama-Mu!(PLT)
Comments
Post a Comment