Skip to main content

Buah Roh – Kesetiaan

Matius 36:6 ~ Mat 25:21-23

Kesetiaan adalah bisa dipercaya, bisa diandalkan!

Bayangkan, seandainya sebelum menjadi rabi dan masih bekerja sebagai Teknon / tukan kayu, Yesus sering terlambat mengantarkan pesanan orang! Atau jangan-jangan lupa dikerjakan! Kualitas perabot juga tidak sesuai yang disepakati di awal atau abal-abal.

Lalu, suatu hari ketika dia sudah menjadi rabi dan pulang ke Nazaret, dan minta berkhotbah di Sinagoge. Sesudah itu dia mengundang anak-anak remaja di sana untuk menjadi muridnya.

Kira-kira apa reaksi orang-orang di Nazaret?

Lukas 2:52 mencatat Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.

Manusia bisa memercayai dan mengandalkan Yesus!

Sebelum ditangkap dan disalibkan, Yesus memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Allah Bapa, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Yohanes 17:4

Yesus setia kepada amanat dari Allah Bapa, sepenuh hati menjalankan misiNya bahkan mengorbakan hidupnya di atas kayu salib. '

Allah Bapa bisa memercayai dan mengandalkan Yesus.

Yesus hadir sebagai Allah yang setia—dan mengundang kita semua memiliki ‘kesetiaan seperti Allah’

Bangsa Israel merasakan kasih setia Tuhan, meskipun mereka sering menyia-nyiakan kasih setia Tuhan, tetapi mereka selalu menyaksikan kasih setia Tuhan dengan Mazmur dan menceritakan kepada anak cucu mereka.

Dalam bukunya “Becoming Like Jesus”, Christopher Wright mencatat, tiga kesetiaan Allah:

1. Kasih-setia Allah tidak  pernah berubah: Di Perjanjian Lama kita melihat perjalanan bangsa Israel bersama Allah menuju Tanah Perjanjian. Perjalanan yang mungkin tidak jauh berbeda dengan relasi kita dengan Allah: menggerutu, marah, tidak mengindahkan perintah Tuhan / memberontak!

Berapa sering kita tidak mengindahkan Tuhan dalam hidup kita, namun Allah tetap setia!

2. Allah memegang janjiNya kepada Abraham, untuk menjaga dan memberkati keturunannya. Demikian juga Tuhan akan memegang janjiNya kepada kita. Layaklah kita memujinya.

3. Kesetiaan Allah menciptakan dunia yang shalom dan penuh keadilan. Allah konsisten dan setia supaya dunia ini bisa menjadi shalom – dunia yang adil dan damai. Allah bertindak ketika bangsa Israel mengalami eksploitasi dan perbudakan di Mesir. (Mazmur33:5)

 

Menjadi hamba yang baik dan setia

Kepada dua hamba yang setelah mengelola dan melipatgandakan talenta yang diberikan, Yesus menyambut mereka dengan berkata, “Mari hamba-Ku yang baik dan setia.” BAIK, artinya mengetahui apa yang baik dan benar dan melakukannya. SETIA artinya dapat dipercaya—hamba-hamba ini tidak mencari keuntungan pribadi ataupun memperkaya diri sendiri.

Orang yang setia adalah orang yang berintegritas. Ketika Roh Kudus memampukan kita untuk baik dan setia kepada Allah, Buah Roh yang sama juga akan membuat kita selalu berusaha baik dan setia dalam apa pun yang kita lakukan. Perumpamaan ini sering diartikan sangt sempit hanya terbatas pelayanan di gereja. Sebagai murid dan umat, kita juga sering ‘disebut’ hamba – artinya segenap hidup, semua kegiatan kita baik di gereja, profesi (tempat kerja) atau pun di masyarakat adalah untuk melayani Tuhan. Kesetiaan ini meliputi semua aspek hidup ini.

Pertanyaan: Bagaimana aku bisa bertumbuh dalam kesetiaan di dalam dunia yang tidak setia?

1. Belajar mandiri dan bertanggung jawab (memegang janji / perkataan)

~ melakukan dengan baik apa yang sudah dipercayakan kepada kita.

~ cari tahu bagaimana melakukannya jika kita belum tahu. Diperlukan kerendahan hati untuk ‘bertanya dan belajar’.

~ ‘mengelola diri (self-management): waktu, tanggung jawab yang kita terima.

 

2. Dipimpin Roh:  melayani / melakukan dengan kasih & prinsip keadilan

~ aku akan melakukan yang terbaik untuk Tuhan, bukan untuk manusia

~ aku melakukan untuk orang lain, bukan untuk kepentingan diri sendiri.

~ aku akan melakukan untuk kesejahteraan hidup bersama.

 

Ketika kita ‘lalai / tidak setia, dampaknya seperti efek domino, besar dan meluas.

Di masa pandemi ini, Ketika kita lalai … bukan saja kita membahayakan diri sendiri tapi juga orang lain.

Ketika orangtua lalai’ tidak setia,  berdampak panjang pada anak bahkan hinga ke cucu . . . 

Bagaimana aku bisa menumbuh-kembangkan kesetiaan:

1. Hitung kasih setia Tuhan dalam hidupmu! Biarlah kesetiaan kasih setia Tuhan menginspirasi dan memotivasi Anda!

2. Belajar ‘menata diri’, mandiri, dan bertanggung jawab mulai dari hal-hal yang kecil.

3. Pegang janji: lakukan apa yang kamu katakan ~ apakah ada yang mengecek atau pun tidak.

(plt180721)

Comments

Popular posts from this blog

Elok Rupa vs Elok Hati

oleh: Pdt. Dr. The Paw Liang  Seandainya Musa tidak cantik….. Tuhan mendengar seruan dan tangisan bangsa Israel di Mesir. Tuhan berbelas kasihan dan memutuskan untuk menghentikan penderitaan mereka. IA merencanakan dan mempersiapkan rencananya, Musa dipakai untuk melepaskan bangsaNya. Apakah Musa dipilih dari sekian banyak bayi laki-laki yang lahir atau kah memang sudah direncanakan oleh Tuhan sebelum Musa lahir bahwa pemimpin ini akan lahir dari suku Lewi, dari keluarga Amran dan Yokhebed. Ketika Musa lahir, Alkitab mencatat, “Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya. (Kel 2:2). Harun, abang Musa lahir sebelum Firaun mengeluarkan dekrit untuk membunuh bayi-bayi laki-laki Ibrani. Harun tiga tahun lebih tua dari Musa, adakah bayi lain yang lahir di antara mereka berdua? Tidak ada kepastian dalam hal ini. Namun sepertinya ada penekanan, “ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik …” tidak tega orang tuanya membunuhnya, maka disembunyikanlah bayi i...
“BECOMING A DISCIPLE-MAKING CHURCH” Matt 28: 18 – 20 & 1 John 2: 6—Preacher: Ps Paw Liang In my visit to Shechem in 2015, our tour guide told us that the whole population of Samaria only 700 people. Since they did not marry people from other ethnic groups, they have produced unhealthy offspring. Thankfully the High Priest has amended their law and allowed them to marry men or women from other ethnic groups. Likewise, the church might have unknowingly focus too much on the internal affairs (become incestuous) and forgot Jesus’s commission: Go, and make disciples of all nations. The early church were growing well. Acts 2 shows us they were keen in learning the word of God, worshipping and praying together, enjoying the favour of each other. Their lives attract people to Christ, “praising God and enjoying the favor of all the people. And the Lord added to their number daily those who were being saved.”  Jesus calls us to become His disciples and to make disciples. Discip...
Cuma itu yang bisa saya lakukan, hanya kehadiran saja Saya jadi teringat: Musa meminta kepada Tuhan, " if your presence (kehadiran) does not go with us, do not send us from here " ( jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah menyuruh kami pergi dari tempat ini" (Kel 33:15) Kesibukan hidup menjadikan " kehadiran" menjadi sesuatu yg sulit kita berikan kepada orang lain, keluarga ( suami, istri, anak-anak, cucu2, atau orang tua) dan bahkan kepada Allah. Ironis, sama seperti Musa kita merindukan kehadiran Allah (hadiratNya) - kehadiran Roh Nya. Namun, apakah kita juga hadir di hadapanNya?  Ketika kita beribadah, baik sendiri maupun bersama-sama di gereja, apakah kita hadir di hadiratNya? secara jiwa, raga, hati, dan akal  budi? (Mar 12:30). Di hadapan orang-orang yang kita kasih? Ketika secara fisik kita hadir pun, perlu kita cek apakah Jiwa dan hati kita juga hadir di sana? Fenomena sekarang, ketika fisik sudah ...