Skip to main content

Menjadi Manusia yang Berkenan Kepada-Nya

"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi
di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Lukas 2:14)


Natal telah tiba! Anak-anak bersuka. Kelap-kelip lampu natal merupakan pertanda akan ada baju baru, kue dan coklat yang enak, perayaan dan hadiah. Lain anak, lain pula orang tua. Mendengar dentingan lagu-lagu natal, detak jantung berderap semakin kencang. Ada nada gembira yang menghibur, ada juga sentakan yang membuat hati menjadi galau dan gelisah. Otak langsung menghitung besarnya uang yang harus disisihkan untuk belanja natal dan tahun baru.

Tanpa krisis moneter saja, biaya hidup semakin hari semakin tinggi. Kehadiran anak-anak dalam pernikahan yang seharusnya menjadi berkat, sering dirasakan bagaikan beban yang berat menghimpit. Semasa bayi, biaya susu mengambil porsi yang besar dalam anggaran pengeluaran keluarga. Meskipun berat, orang tua berdalih, ini adalah masa-masa pembentukan dan gizi akan menentukan pertumbuhan daya pikir anak-anak. Mereka rela bekerja keras demi membesarkan anak-anak mereka menjadi manusia yang sehat dan cerdas.

Begitu sang bayi mulai belajar merangkak dan berjalan, masalah beralih dari susu ke sekolah. Banyak orang tua bingung, “ke mana harus kusekolahkan anakku?” Di era globalisasi ini, banyak orang tua yang meragukan sekolah berkurikulum nasional. Dalam dunia yang semakin kompetitif, mereka cemas kalau-kalau si anak kurang siap untuk terjun ke masyarakat. Anak-anak dipaksa untuk belajar dan menguasai berbagai ketrampilan – dari bahasa hingga teknologi, dari musik hingga ketrampilan bergaul dan berkomunikasi – people skills. Sering tidak disadari, perhatian orang tua menjadi terfokus pada ketrampilan dan kemampuan semata. Pertumbuhan karakter dan kerohanian anak seakan-akan bergeser ke posisi sekunder. Tidak jarang di kota-kota besar, tingkat kehadiran di gereja sedikit menurun ketika musim ujian sekolah tiba. Pesan apakah yang sedang kita sampaikan? Tidakkah kita perlu mendidik anak-anak untuk semakin dekat kepada Tuhan dan tidak menjauhkan diri dari persekutuan ketika beban (meskipun hanya beban sekolah) menghimpit? (Ibrani 10:25). Sering kali kita tidak menyadari, dengan memberikan keringanan seperti ini jangan-jangan kita sudah menyampaikan kepada anak-anak, lebih baik menjadi orang pintar daripada orang beriman. Pintar menjadi ukuran sukses kehidupan, bukan lagi menjadi manusia yang berkenan KepadaNya. Sehingga ketika tuntutan prestasi sekolah datang, kita lupa falsafah hidup yang dituturkan oleh Raja Solomo, “Takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat” (Amsal 1:7).

Di lain sisi, tidak jarang kita melihat orang tua bekerja mati-matian supaya dapat menyekolahkan anak mereka di sekolah bergengsi dengan bayaran yang mahal. Waktu dan tenaga yang diberikan Tuhan untuk mendidik anak, juga digunakan untuk mencari uang dengan perhitungan - sebagian kecil dari penghasilan dapat digunakan untuk menggaji pembantu atau pengasuh untuk mempersiapkan kebutuhan si anak.

Dalam suasana krisis moneter yang tidak menentu seperti sekarang, alasan ini seperti menjadi semakin sah dan kuat. Sehingga ketika anak menuntut waktu dan perhatian, sering kali orang tua berkata, “Papa dan mama bukan pergi main-main, kami kan pergi mencari uang supaya kamu bisa bersekolah di sekolah yang bagus? Makan di McDonald, punya PS.” Tidak bisa diingkari, kesuksesan materi memberikan banyak kemudahan, termasuk sekolah yang berkualitas. Tetapi barangkali kita perlu bertanya, benarkah kesuksesan materi dapat menjamin masa depan anak? Apakah dengan memberikan ketrampilan dan pengetahuan akan menjamin kebahagian hidup anak-anak? Bentuk kesuksesan bagaimanakah yang kita impikan untuk anak kita? Sukses di mata dunia atau menajdi orang yang berkenan di hati Tuhan?

Anak-anak adalah berkat dari Tuhan. Tuntutan hidup sering kali mengurangi kemampuan kita untuk mensyukuri berkat Tuhan – anak-anak—ini dengan tulus. Tuhan tidak pernah menetapkan standar materi yang harus kita berikan kepada anak-anak kita. Seperti perumpamaan dalam Matius 25, setiap orang diberikan talenta yang berbeda. Rawat dan besarkan anak sesuai dengan kemampuan yang diberikan Tuhan. Anak-anak adalah makhluk yang peka, mereka akan merasakan dan menghargai upaya yang diberikan dengan tulus dan ikhlas. Sebaliknya fasilitas dan materi yang meskipun berkelimpahan namun bila diberikan dengan sungutan dan tanpa sentuhan pribadi, akan mengusik kenyamanan sang anak. Sama seperti orang tuanya, anak ini akan tumbuh dicekam rasa was-was dan cemas dan menjadi manusia yang gelisah dan selalu khawatir. Jangan jadikan materi sebagai kriteria satu-satunya dalam upaya membesarkan anak, karena firman Tuhan tidak mencantumkan ketetapan ini.

Namun, ada satu firman Tuhan yang tidak bisa ditawar-tawar, “Didiklah mereka menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu” (Amsal 22:6). Bagaikan seorang penjunan, tugas mendidik adalah hak istimewa yang diberikan oleh Tuhan kepada para orang tua. Orang tua diberikan kesempatan ini untuk membentuk dan mengarahkan hidup anak-anak mereka. Sekolah bahkan gereja harus menjadi mitra dan pendukung, namun mereka tidak dapat mengambil alih tugas membentuk hidup seorang anak. Pengetahuan dan ketrampilan membekali anak-anak untuk menghadapi persaingan di pasar kerja, namun hanya karakter dan iman lah yang akan membuktikan ketahanan mereka ketika badai kehidupan menerpa. Dengan uang kita bisa memberikan anak kita ketrampilan, namun hanya kasih sayang dan disiplin yang seimbang saja yang dapat membentuk karakter dan iman mereka. Semua ini tidak dapat digantikan oleh sekolah atau gereja apalagi oleh pembantu dan pengasuh.

Bagaikan seorang penjunan, tugas mendidik adalah suatu privilese yang diberikan oleh Tuhan kepada para orang tua. Orang tua diberikan kesempatan istimewa ini untuk membentuk dan mengarahkan hidup anak-anak mereka. Sekolah bahkan gereja harus menjadi mitra dan pendukung, namun mereka tidak dapat mengambil alih tugas mendidik dan membentuk hidup sang anak.Semoga di tengah-tengah prahara ekonomi yang melanda dunia saat ini, pujian-pujian malaikat di padang Efrata yang menyingkirkan kegalauan hati para gembala juga boleh berkumandang dalam sanubari kita. Menyingkirkan nada-nada sumbang yang mengusik kedamaian kita dan menggantikannya dengan dentingan-dentingan ceria dan pasti, menuntun kita memasuki tahun yang baru dan mengiringi kita dalam mendidik anak-anak kita menjadi orang-orang yang berkenan kepadaNya. (Desember 08, Paw Liang, GEMA Methodist Edisi 11)

Comments

Popular posts from this blog

Elok Rupa vs Elok Hati

oleh: Pdt. Dr. The Paw Liang  Seandainya Musa tidak cantik….. Tuhan mendengar seruan dan tangisan bangsa Israel di Mesir. Tuhan berbelas kasihan dan memutuskan untuk menghentikan penderitaan mereka. IA merencanakan dan mempersiapkan rencananya, Musa dipakai untuk melepaskan bangsaNya. Apakah Musa dipilih dari sekian banyak bayi laki-laki yang lahir atau kah memang sudah direncanakan oleh Tuhan sebelum Musa lahir bahwa pemimpin ini akan lahir dari suku Lewi, dari keluarga Amran dan Yokhebed. Ketika Musa lahir, Alkitab mencatat, “Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya. (Kel 2:2). Harun, abang Musa lahir sebelum Firaun mengeluarkan dekrit untuk membunuh bayi-bayi laki-laki Ibrani. Harun tiga tahun lebih tua dari Musa, adakah bayi lain yang lahir di antara mereka berdua? Tidak ada kepastian dalam hal ini. Namun sepertinya ada penekanan, “ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik …” tidak tega orang tuanya membunuhnya, maka disembunyikanlah bayi ini t
DO YOU WANT TO GET WELL? “When Jesus saw him lying there and learned that he had been in this condition for a long time, he asked him, ‘ Do you want to get well?’ Then Jesus said to him, ‘G et up! Pick up your mat and walk. ’” ‭‭John‬ ‭5:6, 8‬ ‭NIV Do you want to get well? Jesus cares! He sees each and everyone of us. He cares to know us. He saw the crippled at the pool of Bethesda! He knew his struggle! And He sees you and me—He sees our struggles! His mercy comes to us even before we come and cry out to Him! He asked, ‘Do you want to get well?’ His grace heals far better than our human cures! Certainly much better than the cure of the pool of Bethesda! Do you want to get well? God wants to, not just cancel our sins! But, in the words of Charles Wesley, He also wants to “break the power of cancelled sin.” What are some power of cancelled sin that still crippling you? Do you want to get well—physically, emotionally, and spiritually? Jesus says, ‘Get up! Pick up your mat and wal
Cuma itu yang bisa saya lakukan, hanya kehadiran saja Saya jadi teringat: Musa meminta kepada Tuhan, " if your presence (kehadiran) does not go with us, do not send us from here " ( jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah menyuruh kami pergi dari tempat ini" (Kel 33:15) Kesibukan hidup menjadikan " kehadiran" menjadi sesuatu yg sulit kita berikan kepada orang lain, keluarga ( suami, istri, anak-anak, cucu2, atau orang tua) dan bahkan kepada Allah. Ironis, sama seperti Musa kita merindukan kehadiran Allah (hadiratNya) - kehadiran Roh Nya. Namun, apakah kita juga hadir di hadapanNya?  Ketika kita beribadah, baik sendiri maupun bersama-sama di gereja, apakah kita hadir di hadiratNya? secara jiwa, raga, hati, dan akal  budi? (Mar 12:30). Di hadapan orang-orang yang kita kasih? Ketika secara fisik kita hadir pun, perlu kita cek apakah Jiwa dan hati kita juga hadir di sana? Fenomena sekarang, ketika fisik sudah